Ayah, Si Buruk Rupa - Page 2

Minggu, 24 Juni 20120 komentar


Aku tak habis pikir, bagaimana Ibu yang begitu cantik mau menikah dengan Ayah yang … ah, tidak tega aku menyebutnya. Ayah dan Ibu memang sungguh berbeda. Seperti langit dan comberan, begitu istilah Ayah setiap mengatakan perbedaan dirinya dan Ibu –tentu saja dengan nada bercanda. Langit dan bumi saja sudah jauh, apalagi dibandingkan dengan comberan –yang letaknya tentu lebih rendah dari permukaan bumi.
Kulit Ibu putih, bersih, tidak ada noda sedikit pun. Ibaratnya, kalau Ibu minum kopi, kopinya akan kelihatan meluncur dari mulut ke perut lewat lehernya yang indah itu. Sebaliknya, kulit Ayah hitam. Sudah hitam, banyak pulaunya.
“Yang ini bekas jatuh waktu mengejar layangan, yang ini diseruduk sepeda, yang ini kena petasan, yang ini disosor bebek, yang ini…” kata Ayah menunjuk peta pulau di kakinya dan menjelaskan bagaimana pulau-pulau itu didapat.
Ayah menjelaskan itu dengan riang gembira. Seolah-olah pulau-pulau di kakinya adalah sesuatu yang indah dan harus dibanggakan.
“Ayah norak, ih!”
Ayah malah tertawa. Sebelnya, Ibu juga ikut tertawa.
“Tahu tidak, selain kaki dengan pulau seribu ini, Ayah juga punya karunia lain yang sangat besar dari Tuhan. Karunia itu adalah wajah dan kulit Ayah.”
Mulutku menganga, mataku melotot. Tapi Ayah malah tertawa berderai.
“Kamu tahu apa maksud Ayah?” tanya Ibu ikut campur.
Aku menggeleng. Dengan gaya dibuat-buat, Ayah menjelaskan.

Sumber : 
 http://www.ceritaanak.org/index.php?option=com_content&view=article&id=76%3Aayah-si-buruk-rupa&catid=40%3Acerita-anak-modern-orisinil&Itemid=60&limitstart=1
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Nabilah Khansa Azzahra - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger