Dahulu kala, ada seorang pemuda miskin yang bernama Taro.
 Ia bekerja untuk ladang orang lain dan tinggal dilumbung rumah 
majikannya. Suatu hari, Taro pergi ke kuil untuk berdoa. "Wahai, Dewa Rahmat!
 Aku telah bekerja dengan sungguh-sungguh, tapi kehidupanku tidak 
berkercukupan". "Tolonglah aku agar hidup senang". Sejak saat itu setiap
 selesai bekerja, Taro pergi ke kuil. Suatu malam, sesuatu yang aneh 
membangunkan Taro. Di sekitarnya menjadi bercahaya, lalu muncul suara. 
"Taro, dengar baik-baik. Peliharalah baik-baik benda yang pertama kali 
kau dapatkan esok hari. Itu akan membuatmu bahagia."
Keesokan
 harinya ketika keluar dari pintu gerbang kuil, Taro jatuh terjerembab. 
Ketika sadar ia sedang menggenggam sebatang jerami. "Oh, jadi yang 
dimaksud Dewa adalah jerami, ya? Apa jerami ini akan mendatangkan 
kebahagiaan…?", pikir Taro. Walaupun agak kecewa dengan benda yang 
didapatkannya Taro lalu berjalan sambil membawa jerami. Di tengah jalan 
ia menangkap dan mengikatkan seekor lalat besar yang terbang dengan 
ributnya mengelilingi Taro di jeraminya. Lalat tersebut terbang 
berputar-putar pada jerami yang sudah diikatkan pada sebatang ranting. 
"Wah menarik ya", ujar Taro. Saat itu lewat kereta yang diikuti para 
pengawal. Di dalam kereta itu, seorang anak sedang duduk sambil 
memperhatikan lalat Taro. "Aku ingin mainan itu." Seorang pengawal 
datang menghampiri Taro dan meminta mainan itu. "Silakan ambil", ujar 
Taro. Ibu anak tersebut memberikan tiga buah jeruk sebagai rasa terima 
kasihnya kepada Taro.
 
"Wah, sebatang jerami bisa menjadi tiga buah jeruk", ujar Taro dalam hati. Ketika meneruskan perjalanannya, terlihat seorang wanita yang sedang beristirahat dan sangat kehausan. "Maaf, adakah tempat di dekat sini mata air ?", tanya wanita tadi. "Ada dikuil, tetapi jaraknya masih jauh dari sini, kalau anda haus, ini kuberikan jerukku", kata Taro sambil memberikan jeruknya kepada wanita itu. "Terima kasih, berkat engkau, aku menjadi sehat dan segar kembali". Terimalah kain tenun ini sebagai rasa terima kasih kami, ujar suami wanita itu. Dengan perasaan gembira, Taro berjalan sambil membawa kain itu. Tak lama kemudian, lewat seorang samurai dengan kudanya. Ketika dekat Taro, kuda samurai itu terjatuh dan tidak mampu bergerak lagi. "Aduh, padahal kita sedang terburu-buru." Para pengawal berembuk, apa yang harus dilakukan terhadap kuda itu. Melihat keadaan itu, Taro menawarkan diri untuk mengurus kuda itu. Sebagai gantinya Taro memberikan segulung kain tenun yang ia dapatkan kepada para pengawal samurai itu. Taro mengambil air dari sungai dan segera meminumkannya kepada kuda itu. Kemudian dengan sangat gembira, Taro membawa kuda yang sudah sehat itu sambil membawa 2 gulung kain yang tersisa.
"Wah, sebatang jerami bisa menjadi tiga buah jeruk", ujar Taro dalam hati. Ketika meneruskan perjalanannya, terlihat seorang wanita yang sedang beristirahat dan sangat kehausan. "Maaf, adakah tempat di dekat sini mata air ?", tanya wanita tadi. "Ada dikuil, tetapi jaraknya masih jauh dari sini, kalau anda haus, ini kuberikan jerukku", kata Taro sambil memberikan jeruknya kepada wanita itu. "Terima kasih, berkat engkau, aku menjadi sehat dan segar kembali". Terimalah kain tenun ini sebagai rasa terima kasih kami, ujar suami wanita itu. Dengan perasaan gembira, Taro berjalan sambil membawa kain itu. Tak lama kemudian, lewat seorang samurai dengan kudanya. Ketika dekat Taro, kuda samurai itu terjatuh dan tidak mampu bergerak lagi. "Aduh, padahal kita sedang terburu-buru." Para pengawal berembuk, apa yang harus dilakukan terhadap kuda itu. Melihat keadaan itu, Taro menawarkan diri untuk mengurus kuda itu. Sebagai gantinya Taro memberikan segulung kain tenun yang ia dapatkan kepada para pengawal samurai itu. Taro mengambil air dari sungai dan segera meminumkannya kepada kuda itu. Kemudian dengan sangat gembira, Taro membawa kuda yang sudah sehat itu sambil membawa 2 gulung kain yang tersisa.
Ketika
 hari menjelang malam, Taro pergi ke rumah seorang petani untuk meminta 
makanan ternak untuk kuda, dan sebagai gantinya ia memberikan segulung 
kain yang dimilikinya. Petani itu memandangi kain tenun yang indah itu, 
dan merasa amat senang. Sebagai ucapan terima kasih
 petani itu menjamu Taro makan malam dan mempersilakannya menginap di 
rumahnya. Esok harinya, Taro mohon diri kepada petani itu dan 
melanjutkan perjalanan dengan menunggang kudanya.
Tiba-tiba
 di depan sebuah rumah besar, orang-orang tampak sangat sibuk 
memindahkan barang-barang. "Kalau ada kuda tentu sangat bermanfaat," 
pikir Taro. Kemudian taro masuk ke halaman rumah
 dan bertanya apakah mereka membutuhkan kuda. Sang pemilik rumah 
berkata,"Wah kuda yang bagus. Aku menginginkannya, tetapi aku saat ini 
tidak mempunyai uang. Bagaimanan kalau ku ganti dengan sawahku ?". 
"Baik, uang kalau dipakai segera habis, tetapi sawah bila digarap akan 
menghasilkan beras, Silakan kalau mau ditukar", kata Taro.
"Bijaksana
 sekali kau anak muda. Bagaimana jika selama aku pergi ke negeri yang 
jauh, kau tinggal disini untuk menjaganya ?", Tanya si pemilik rumah. 
"Baik, Terima kasih Tuan". Sejak saat itu taro menjaga rumah itu sambil 
bekerja membersihkan rerumputan dan menggarap sawah yang didapatkannya. 
Ketika musim gugur tiba, Taro memanen padinya yang sangat banyak.
Semakin
 lama Taro semakin kaya. Karena kekayaannya berawal dari sebatang 
jerami, ia diberi julukan "Saudagar Jerami". Para tetangganya yang kaya 
datang kepada Taro dan meminta agar putri mereka dijadikan istri oleh 
Taro. Tetapi akhirnya, Taro menikah dengan seorang gadis dari desa 
tempat ia dilahirkan. Istrinya bekerja dengan rajin membantu Taro. 
Merekapun dikaruniai seorang anak yang lucu. Waktu terus berjalan, 
tetapi Si pemilik rumah tidak pernah kembali lagi. Dengan demikian, Taro
 hidup bahagia bersama keluarganya.
Kontribusi dari : Nisa (Setiazuriatinidamai_99 @yahoo. co.id)

 


Posting Komentar