Siang
 itu cuaca mendung. Mobil jemputan yang sebelumnya penuh, sekarang 
terasa tak lagi sesak. Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang. Jalanan
 ramai. Mobil-mobil yang berisi anak sekolah lalu lalang. Rombongan anak
 sekolah yang bersepeda tampak melaju di sisi jalan. Mendadak terasa ada
 yang tidak beres dengan mobil jemputan yang tengah melaju. 
“Ada
 apa, Wo?” tanya Rara ketika mobil akhirnya berhenti di pinggir jalan. 
Seperti teman-temannya, Rara memanggil supir mobil jemputan dengan 
sebutan ‘Uwo’. 
“Uwo juga belum tahu,” jawab Uwo sambil turun dari mobil. Dengan seksama diperiksanya keempat ban mobil.
 “Waahhh.. ban mobilnya kempes! Mungkin terkena paku,” kata Uwo. “Ayo kalian semua turun dulu dari mobil!”
“Waahhh.. ban mobilnya kempes! Mungkin terkena paku,” kata Uwo. “Ayo kalian semua turun dulu dari mobil!”
Dengan patuh Rara, Shasa dan Alif turun dari mobil. Hanya tinggal mereka bertiga yang belum diantar pulang oleh Uwo.
“Kita
 duduk di situ saja, yuk!” ajak Rara sambil menunjuk bangku kayu yang 
ada di depan warung rokok yang kebetulan sedang tutup.
Alif berjalan mendahului. “Untung ban mobilnya kempes di sini. Coba kalau kempesnya di dekat sungai…”
“Yaa… kita duduknya di pinggir sungai lah sambil main air.” Rara melanjutkan kata-kata Alif.
Shasa
 tertawa terkikik-kikik mendengarnya. Duduk dipinggir sungai sambil main
 air? Ada-ada saja Rara ini! Kalau kecebur ke dalam sungai kemudian 
terseret arus, bagaimana?
Baru
 saja mereka duduk, mendung yang sejak tadi menghiasi langit berubah 
menjadi titik-titik air yang turun membasahi bumi. Rara, Shasa dan Alif 
berpandangan. Waduuuhhh.. kasihan Uwo yang sedang mengganti ban mobil.
 Tanpa
 diduga, Rara berlari ke arah mobil. Beberapa saat kemudian tampak ia 
memayungi Uwo dengan payung yang ia ambil dari dalam mobil. Kelihatannya
 Uwo sempat menolak namun akhirnya bisa juga Rara memaksa Uwo agar 
bersedia dipayungi. Untunglah gerimis yang turun tidak bertambah deras. 
Bisa-bisa Uwo dan Rara basah kuyup karena payung yang digunakan Rara 
tidak terlalu besar.
Tanpa
 diduga, Rara berlari ke arah mobil. Beberapa saat kemudian tampak ia 
memayungi Uwo dengan payung yang ia ambil dari dalam mobil. Kelihatannya
 Uwo sempat menolak namun akhirnya bisa juga Rara memaksa Uwo agar 
bersedia dipayungi. Untunglah gerimis yang turun tidak bertambah deras. 
Bisa-bisa Uwo dan Rara basah kuyup karena payung yang digunakan Rara 
tidak terlalu besar. 
Selama
 beberapa saat Alif dan Shasa terdiam. Baru saja Shasa akan mengatakan 
sesuatu ketika tiba-tiba Alif berlari ke arah Rara. Dari tempatnya 
duduk, Shasa melihat Alif bicara dengan Rara. Mereka sempat 
tarik-tarikan payung sebelum akhirnya Rara menyerah. Sambil menutupi 
kepalanya dengan saputangan ia berlari ke tempat Shasa duduk.
Shasa
 menyambutnya dengan senyuman. “Aku sampai kaget waktu lihat kamu lari. 
Kirain kamu mau mau masuk ke dalam mobil. Gak taunya mau mayungin Uwo 
ya?” komentar Shasa.
“Habis, aku kasihan sama Uwo. Uwo kan sudah tua. Kalau besok Uwo sakit, siapa yang antar jemput kita, hayo?” Rara menjelaskan. 
“Iya juga ya..,” gumam Shasa.
“Eh, aku gak nyangka Alif yang kelihatannya sombong ternyata baik hati,” Rara melanjutkan kata-katanya dengan setengah berbisik.
“Makanya
 jangan suka berprasangka buruk! Kalau bahasa Inggrisnya sih, Don’t 
judge a book by its cover,” kata Shasa sambil mengingat-ingat pelajaran 
bahasa Inggris yang dipelajarinya di tempat kursus. “Untung ada Alif! 
Jadi ada yang menggantikan kamu memayungi Uwo.”
Rara
 hanya nyengir mendengarnya. Berdua mereka memperhatikan Uwo yang masih 
sibuk dengan ban mobil dan Alif yang memayunginya. Ternyata perlu waktu 
yang tidak sebentar untuk mengganti ban mobil.
“Kasihan Alif,” celetuk Shasa. “Pasti tangannya pegal!”
“Cieeee.. segitu perhatiannya sama Alif,” ledek Rara. “Tuh, Uwo sudah selesai.”
Alif yang melihat Rara dan Shasa bermaksud lari ke mobil buru-buru berteriak, “Tunggu di situ! Nanti aku jemput!”
Rara dan Shasa berpandangan.
“Eh, Sha, tadi kamu dikasih coklat kan oleh Jasmine?” Sudah dimakan belum?” tanya Rara.
“Belum. Memangnya kenapa?” Shasa balik bertanya.
“Mana coklatnya?” Rara menadahkan tangannya.
“Bukannya tadi kamu juga dikasih coklat oleh Jasmine?”
“Iya, tapi sudah kumakan. Lagipula aku minta coklat kamu bukan buat aku,” kata Rara.
“Terus buat siapa?” tanya Shasa heran.
“Buat Alif,” bisik Rara sambil mengedipkan matanya.
Baru saja Shasa membuka mulutnya hendak mengajukan pertanyaan lebih lanjut, Alif sudah datang menghampiri mereka.
“Ayo ke mobil!” ajak Alif sambil memayungi Rara dan Shasa.
“Eh,
 jadi serasa tuan puteri nih dipayungi segala,” komentar Rara. Shasa 
tertawa terkikik-kikik mendengarnya. Alif hanya tersenyum.
“Untung
 ada Alif! Uwo jadi ada yang mayungin, ” kata Uwo ketika mereka semua 
sudah berada di dalam mobil dan mobil pun sudah melaju.
“Betul itu! Kalau gak ada Alif, gak ada yang mayungin Rara dan Shasa dari warung ke mobil,” Rara menyambung kalimat Uwo.
“Alif gitu lohh..!” Shasa ikut menimpali sambil kembali terkikik-kikik melihat ekspresi Alif yang tersipu-sipu. 
Sebelum Alif turun di depan rumahnya, Rara memberikan coklat yang tadi dimintanya dari Shasa.
“Eh, Lif, ini buat kamu,” kata Rara.
Alif tampak terkejut. “Lohh.. kok tumben Rara bagi-bagi coklat. Dalam rangka apa nih?” tanya Alif ingin tahu.
Tanpa dikomando, serentak Uwo, Rara dan Shasa menjawab, “… dalam rangka.. Untung ada Alif! Ha.. ha.. ha..”
BSD, revised on January 17, 2009
Erlita Pratiwi [ erlitapratiwi@ cbn .net .id ]

 


Posting Komentar