Shasa
 sibuk mondar mandir dari dapur ke halaman samping. Hari ini Shasa 
bersama Nia, Arya dan Fabian akan mengisi liburan mereka dengan membuat 
Pizza. Berhubung dapur di rumah Shasa ukurannya mungil, acara 
masak-memasaknya diadakan di halaman samping. Empat buah celemek, 
parutan keju, pisau dan loyang tertata di atas meja yang sengaja 
dipindahkan ke sana. Adonan untuk roti Pizza-nya sudah disiapkan oleh 
mama. Tugas mereka adalah menipiskan adonan dan memberinya topping yaitu adonan
 isi yang diletakkan di bagian atas Pizza. Kali ini mama membuat topping
 dari daging cincang yang ditumis dengan bawang bombay dan sedikit 
paprika.
Sebuah mobil berhenti di depan rumah Shasa.
“Itu Arya dan Fabian sudah datang,” seru Shasa.
Kedua
 anak laki-laki itu melangkah masuk dengan riang dan bersemangat. 
Keduanya langsung meja makan yang diatasnya sudah tertata perlengkapan 
dan bahan-bahan pembuat pizza.
“Wahh.. macam acara memasak di televisi saja, memasaknya di ruang terbuka,” komentar Fabian dengan logat melayunya.
“Pizza
 kita nanti rasanya pasti mak nyuuuss..” kata Arya sambil mengacungkan 
jempolnya menirukan salah satu acara kuliner di televisi.
“Pastilah
 itu,” Fabian langsung mendukung kata-kata Arya sambil matanya menatap 
penuh minat ke wadah yang berisi daging cincang dalam balutan saus yang 
menggugah selera. Di dekatkannya hidungnya dan dihirupnya aroma yang 
terpancar keluar.
“Hmmm.. sedap kali wanginya,” logat melayu Fabian kembali terdengar.
Shasa
 menahan senyum mendengarnya. Baru saja ia membuka mulut hendak 
mengatakan sesuatu ketika sebuah mobil lain berhenti di depan rumah 
Shasa. 
“Niaaa..” Setengah menjerit Shasa menyambut teman akrabnya.
“Shasaaa..” Nia tak mau kalah. Dibelakang Nia berjalan seorang gadis kecil yang usianya sebaya dengan Nia.
“Hallo
 semua, kenalkan ini sepupuku. Namanya Aida. Kebetulan Aida sedang 
berlibur di rumahku jadi ia kuajak kesini. Boleh ya ia ikut bersama-sama
 kita membuat Pizza,” Nia memperkenalkan sekaligus meminta ijin kepada 
teman-temannya yang lain.
“Gak masalah,” kata Fabian dengan gayanya yang lucu membuat semua yang ada di situ tertawa.
“Ma, adonan roti Pizza-nya cukup tidak untuk berlima?” tanya Shasa.
“Cukup,” jawab Mama. 
“Celemeknya kurang, Ma,” kata Shasa lagi teringat bahwa tadi dia hanya  menyiapkan empat buah celemek.
menyiapkan empat buah celemek.
 menyiapkan empat buah celemek.
menyiapkan empat buah celemek.
“Pakai punya mama saja,” kata Mama sambil melepas celemeknya.
“Loh.. nanti pakaian mama kotor dong..” kata Shasa.
“Tidak
 apa-apa kotor sedikit. Sekarang kalian kenakan celemeknya dan cuci 
tangan!” perintah mama sementara tangannya dengan cekatan membagi adonan
 roti menjadi lima bagian. 
Dengan
 patuh kelima anak itu menuruti kata-kata mama. Setelah mengeringkan 
tangan mereka melumuri kedua tangan dengan sedikit tepung terigu agar 
tidak lengket saat memegang adonan roti.
Mama kemudian memberi contoh bagaimana cara menipiskan adonan roti  dengan menggunakan Rolling-Pin, yaitu bulatan kayu berbentuk silinder. Karena Rolling-Pin yang tersedia hanya empat buah, Aida terpaksa bergantian dengan Nia.
dengan menggunakan Rolling-Pin, yaitu bulatan kayu berbentuk silinder. Karena Rolling-Pin yang tersedia hanya empat buah, Aida terpaksa bergantian dengan Nia.
 dengan menggunakan Rolling-Pin, yaitu bulatan kayu berbentuk silinder. Karena Rolling-Pin yang tersedia hanya empat buah, Aida terpaksa bergantian dengan Nia.
dengan menggunakan Rolling-Pin, yaitu bulatan kayu berbentuk silinder. Karena Rolling-Pin yang tersedia hanya empat buah, Aida terpaksa bergantian dengan Nia.
“Nih,
 pakai punyaku saja,” kata Fabian yang sudah selesai menipiskan adonan 
sambil menyorongkan Rolling-Pin yang tadi dipakainya.
“Cieee.. tumbeen.. Biasanya Fabian tidak sebaik ini,” goda Shasa.
“Eits, jangan salah, pada dasarnya aku ini anak yang baik hati serta tidak sombong lagipula pintar,” jawab Fabian.
“Huuu…”
 Semua mencibirkan bibir mendengar kata-kata Fabian. Namun tak urung 
ucapan Fabian itu membuat mereka tersenyum juga setelahnya.
Adonan
 yang sudah ditipiskan mereka pindahkan ke loyang. Mama kemudian 
menunjukkan bagaimana caranya mengoleskan roti Pizza dengan saos tomat. 
Bagi yang suka pedas, mama sudah menyiapkan saos sambal.
“Setelah diberi topping,
 kalian boleh menambahkan irisan sosis di atasnya. Kemudian diberi 
parutan keju sebelum dimasukkan ke dalam oven,” mama menjelaskan.
Shasa membuka wadah tempat sosis. 
“Kalau kamu memang pintar, coba sekarang jelaskan bagaimana caranya  supaya sosis yang jumlahnya delapan buah ini bisa terbagi rata,” kata Shasa kepada Fabian.
supaya sosis yang jumlahnya delapan buah ini bisa terbagi rata,” kata Shasa kepada Fabian.
 supaya sosis yang jumlahnya delapan buah ini bisa terbagi rata,” kata Shasa kepada Fabian.
supaya sosis yang jumlahnya delapan buah ini bisa terbagi rata,” kata Shasa kepada Fabian.
Fabian
 mengerutkan kening. Kalau mereka hanya berempat, sosis itu dengan mudah
 bisa terbagi rata. Masing-masing anak akan mendapatkan sosis dua buah. 
Masalahnya mereka sekarang ini berlima.
“Jangan lama-lama mikirnya. Pizzanya keburu mengembang,” mama ikut berkomentar.
“Tenang Tante, kita pecahkan masalah ini dengan memakai jurus,” jawab Fabian dengan mantap.
“Jurus apa?” tanya Nia ingin tahu.
“Ya
 jurus matematika dong,” jawab Fabian. “Jumlah sosis ini ada delapan 
sementara kita ada lima orang. Artinya delapan dibagi lima sama dengan 1
 3/5.”
Semua menatap Fabian dengan penuh rasa ingin tahu. Setelah menarik nafas dalam, Fabian melanjutkan kata-katanya.
“Sekarang, masing-masing mengambil sebuah sosis!”
Lima tangan terjulur mengambil sosis-sosis itu. Kini hanya tersisa tiga buah sosis di dalam wadahnya.
“Kemudian
 masing-masing sosis ini kita bagi menjadi lima bagian. Tidak perlu 
diukur dengan memakai penggaris. Lebih-lebih sedikit, kurang-kurang 
sedikit cincai-lah sama teman.”
Suara
 tawa ramai terdengar. Bukan menertawakan mengejek tetapi karena gaya 
Fabian sungguh-sungguh lucu. Kini di dalam wadah ada 15 potong sosis 
kecil.
“Nah,
 kalau sudah seperti ini lebih mudah kan membaginya?” Fabian bertanya. 
Lima belas potong sosis kecil dibagi rata untuk lima orang anak. Fabian 
segera mengambil tiga potongan sosis kecil. Yang lain segera mengikuti. 
“Langkah terakhir adalah..”
“Diiris
 tipis-tipis, diletakkan di atas topping dan diberi parutan keju,” Shasa
 melanjutkan kalimat Fabian dengan mengutip kata-kata mama.
 Kemudian Shasa mengeluarkan keju dari kotaknya.
Kemudian Shasa mengeluarkan keju dari kotaknya.
“Yang ini menggunakan jurus matematika juga?” tanyanya bermaksud menggoda Fabia,
“Tentu
 doonngg..” Fabian ternyata menanggapi dengan serius. “Keju itu harus 
dibagi lima. Tidak perlu diukur dengan memakai penggaris. Lebih-lebih 
sedikit, kurang-kurang sedikit..”
“… cincai-lah sama teman,” Arya menyambar ucapan Fabian.
“Parutan kejunya hanya ada dua nih, apa pemecahannya harus pakai jurus matematika?” Kali ini Nia yang bertanya.
“Wah,
 kalau ini sih harus pakai jurus sabar menunggu giliran”, jawab Fabian. 
Semua tertawa mendengarnya. Setelah semua Pizza siap, mama memasukkan ke
 dalam oven.
Harum
 aroma yang menggoda selera dengan segera tercium. Dengan tidak sabar 
Shasa, Nia, Aida, Fabian dan Arya menunggu Pizza mereka matang. Suasana 
menjadi semakin riuh ketika mama mengeluarkan kamera. Masing-masing 
langsung bergaya dengan Pizza yang baru saja dikeluarkan dari oven. 
Fabian mendapat giliran pertama. 
Mama memberikan aba-aba. “Satu.. dua..”
 Sambil bergaya, dengan riang Fabian berkata, “Ini dia, Pizza Jurus Matematika ala Chef Fabiaaann..”
Sambil bergaya, dengan riang Fabian berkata, “Ini dia, Pizza Jurus Matematika ala Chef Fabiaaann..” 
.. dan.. Klik! Jadi lah foto Chef Fabian yang tengah tersenyum lebar.
erlitapratiwi@cbn .net .id

 


Posting Komentar