Hujan
 baru saja berhenti turun. Udara malam terasa dingin menusuk tulang. 
Untuk kesekian kalinya Shasa melihat ke arah jalan di muka rumah. Mama 
belum juga pulang. Setengah jam yang lalu mama menelepon. Ia masih 
terjebak macet di jalan. Di musim hujan seperti sekarang ini, di 
mana-mana memang sering terjadi macet.
Telepon
 rumah berbunyi. Dilihatnya Tante Ria yang menemaninya di rumah bergegas
 mengangkat gagang telepon. Shasa kembali melihat keluar. Duhhh.. kapan 
sih mama pulang?
“Sabar Sha.. Nanti juga mama pulang.” Tante Ria yang sudah menyelesaikan percakapannya di telepon berusaha menghibur Shasa.
“Tadi itu telepon dari mama ya?” tanya Shasa sambil memalingkan pandangannya.
“Bukan.
 Tadi itu telepon dari Om Iwan. Katanya dia gak bisa menelepon ke 
rumahnya. Jadi dia minta tolong kita ke rumahnya dan memberitahu 
istrinya. Siapa tahu letak gagang telepon di rumah mereka tidak pas,” 
kata Tante Ria.
Shasa melongokkan kepalanya. Rumah Om Iwan letaknya berhadapan dengan rumah Shasa. Dilihatnya pintu rumah Om Iwan tertutup.
“Mungkin
 Tante Puspa sedang pergi. Tuhh.. pintunya tertutup,” kata Shasa 
mengemukakan pikirannya. Tante Puspa itu nama istri Om Iwan.
“.. tapi itu mobilnya ada,” bantah Tante Ria.
“Siapa tahu perginya gak naik mobil. Lagian kok Om Iwan gak nelepon ke handphone Tante Puspa?” tanya Shasa.
“Tadi
 juga Tante Ria sudah bertanya seperti itu tapi kata Om Iwan handphone 
Tante Puspa sedang diperbaiki.” Tante Ria menjelaskan.
“Bagaimana kalau Shasa pergi ke rumah Om Iwan, nge-cek apakah Tante Puspa ada di rumah sekaligus menyampaikan pesan Om Iwan?”
Shasa tampak ragu-ragu mendengar permintaan tantenya itu.
“Shasa takut ah..,” kata Shasa.
“Lohh.. takut apa?” tanya Tante Ria.
“Ngg.. rumah di sebelah rumah Om Iwan kan kosong,” kata Shasa setengah berbisik.
“Lohh.. memangnya kalau ada rumah kosong kenapa?” Tante Ria tampak bingung.
“Ngg..
 gini loh tante, katanya kalau rumah kosong itu suka ada hantunya. Nanti
 kalau hantunya muncul di tembok pembatas rumah Om Iwan bagaimana?” 
Suara Shasa terdengar semakin lirih.
Sesaat
 Tante Ria hanya bisa bengong sebelum akhirnya sambil tersenyum berkata,
 “Aduh.. Sha.. Yang seperti itu kan hanya ada di film atau sinetron!”
Ragu-ragu Shasa melihat ke arah rumah Om Iwan kemudian ke rumah di sebelahnya yang tampak gelap.
“Gini deh, Tante Ria tungguin di pintu pagar,” kata Tante Ria lagi.
 “Ayo dong Sha.. Itu kan sama saja berbuat kebaikan.” Tante Ria memanas-manasi Shasa yang belum juga bergerak.
“Iya
 deeehh..” Akhirnya Shasa bangkit dari duduknya. Ditunggui Tante Ria 
yang berdiri di pintu pagar, Shasa menyeberang jalan menuju rumah Om 
Iwan.
Shasa
 mendorong pintu pagar rumah Om Iwan. Eh, ternyata tidak terkunci! 
Berarti Tante Puspa ada di rumah. Masa’ meninggalkan rumah tanpa 
mengunci pintu pagar?
“Assalamu’alaikum,”
 Shasa mengucapkan salam sambil mengetuk pintu rumah Om Iwan. Tidak 
terdengar jawaban. Sekali lagi Shasa mengulangi salamnya dan kembali 
mengetuk pintu. Duhh.. kemana sih Tante Puspa?
Shasa
 melihat ke arah rumah kosong di sebelah rumah Om Iwan. Tembok yang 
memisahkan kedua halaman rumah tidaklah tinggi. Shasa bisa melihat 
ranting-ranting pohon yang ada di halaman rumah itu bergoyang-goyang di 
hembus angin malam. Tiba-tiba Shasa teringat apa yang ditakutkannya 
tadi. Hantu itu menampakkan wujudnya di tembok pembatas rumah. Hiii…
 Baru
 saja Shasa akan mengetuk pintu lagi ketika daun pintu di hadapannya 
perlahan terbuka. Shasa baru akan membuka mulutnya ketika dilihatnya 
Shasa seraut wajah berwarna putih muncul. Tanpa menunggu lebih lama lagi
 ia membalikkan badannya dan berlari meninggalkan rumah Om Iwan.
Baru
 saja Shasa akan mengetuk pintu lagi ketika daun pintu di hadapannya 
perlahan terbuka. Shasa baru akan membuka mulutnya ketika dilihatnya 
Shasa seraut wajah berwarna putih muncul. Tanpa menunggu lebih lama lagi
 ia membalikkan badannya dan berlari meninggalkan rumah Om Iwan.
Tak
 dipedulikannya Tante Ria yang berlari menyongsongnya. Shasa baru 
berhenti setelah sampai di teras rumahnya. Dengan nafas tersengal-sengal
 ia buru-buru masuk ke dalam rumah. Dari balik jendela dilihatnya Tante 
Ria masuk ke dalam rumah Om Iwan dan berbicara dengan ‘hantu berwajah 
putih’ itu di teras rumah. Waduuuhh… Tante Ria kok berani sekali ya?
Tak lama kemudian Tante Ria sudah kembali. Tak ada tanda-tanda ketakutan di wajahnya. Yang ada malah senyuman. 
“Hayooo.. kenapa tadi Shasa lari?” tanya Tante Ria.
“Itu siapa sih?” Shasa balik bertanya. Nafasnya sudah tak lagi tersengal-sengal. “Wajahnya kok putih gitu?”
“Aduh..
 Sha.. Itu kan Tante Puspa,” Tante Ria menjawab sambil susah payah 
menahan tawa. “Tante Puspa itu sedang memakai masker bengkoang di 
wajahnya. Makanya wajahnya jadi putih.”
Shasa terbengong-bengong mendengar penjelasan Tante Ria. 
“Lagian Tante Puspa pake masker bengkoang segala sih.. Shasa kirain itu hantu.” 
Tante Ria tertawa mendengarnya.
“Nih,
 Sha, tadi tante Puspa menitipkan coklat buat Shasa. Tante Puspa minta 
maaf sudah membuat Shasa terkejut sampai lari ketakutan.”
Sambil nyengir Shasa menerima coklat yang disodorkan Tante Ria. Coklat dari Tante puspa? Hmmm… nyam..nyam…nyam...
BSD, 22 Januari 2009
erlitapratiwi @cbn .net .id

 


Posting Komentar