Hari
 Sabtu ini mama harus pergi ke Yogya untuk bertemu dengan penerbit buku.
 Berangkatnya hari Jum’at sore. Karena hari Senin-nya itu hari libur 
nasional, mama mengijinkan Shasa ikut. Tentu saja bersama papa juga.
Papa
 kebagian tugas menjaga Shasa selama mama sibuk dengan urusannya, 
Seperti yang sudah disepakati bersama, Shasa akan menghabiskan hari 
Sabtu itu dengan berenang. Shasa itu paling senang dengan yang namanya 
main air. Kalau sudah berenang bisa lupa waktu.
Untungnya urusan mama hanya memerlukan waktu satu hari. Hari Minggu pagi setelah sarapan mama mengajak Shasa jalan-jalan.
“Shasa pengen berenang lagi, Ma.. Kolam renangnya asyik loh.. ada seluncurannya,” kata Shasa.
“Aduh,
 Sha.. Kemarin hampir setengah harian berenang masih belum puas juga? 
Masa’ jauh-jauh ke Yogya hanya untuk berenang saja?” tanya Mama.
“Iya, Sha, papa yang nungguin di pinggir kolam renang saja sudah bosan melihat air kolam,” kata Papa.
“Papa sih gak ikutan berenang jadinya bosan deh. Kalau papa ikut berenang dijamin gak bosan, apalagi kalau main seluncuran,” Shasa nyerocos. “Memangnya kita mau kemana sih, Ma?”
“Ya, jalan-jalan lah.. menyusuri jalan-jalan di kota Yogya naik kereta tak berkuda,” jawab Mama.
“Kereta tak berkuda? Apaan tuh?” tanya Shasa heran.
 “Makanya ikut mama saja supaya gak
 penasaran,” kata mama sambil tersenyum misterius. Tak lama kemudian 
mereka berjalan beriringan keluar hotel. Dengan langkah pasti mama 
menuju tempat becak-becak yang mangkal di luar pagar hotel dan bicara 
dengan salah seorang di antara mereka.
“Makanya ikut mama saja supaya gak
 penasaran,” kata mama sambil tersenyum misterius. Tak lama kemudian 
mereka berjalan beriringan keluar hotel. Dengan langkah pasti mama 
menuju tempat becak-becak yang mangkal di luar pagar hotel dan bicara 
dengan salah seorang di antara mereka.
“Yuk, kita naik,” ajak mama. 
Dengan
 sigap pengemudi becak itu mengangkat bagian belakang becak supaya mama 
dan Shasa bisa masuk ke dalam becak dengan mudah. Papa ikut naik becak 
tapi di becak yang berbeda.
Perlahan
 becak pun mulai berjalan. Serrr.. Serr.. terdengar suara kayuhan tukang
 becak. Angin sepoi-sepoi terasa membelai wajah. Hmmm.. baru kali ini 
Shasa naik becak. Di tempat tinggal Shasa di Tangerang tidak ada becak. 
Shasa menoleh ke belakang. Papa melambaikan tangannya dan buru-buru 
menyiapkan kamera untuk memotret Shasa dan mama.
“Ma, katanya tadi mau keliling kota naik kereta tak berkuda,” kata Shasa.
“Yang kita naiki sekarang kan kereta tak berkuda,” jawab mama sambil tersenyum.
“Loh.. bukannya ini namanya becak?” tanya Shasa.
 “Iya, becak itu kan kereta tak berkuda,” lagi-lagi mama menjawab sambil tersenyum. 
 “..kan ada lagunya..” sambung mama.
“Lagu apa?” Shasa bertanya penuh rasa ingin tahu.
Mama pun lalu menyanyikan sebuah lagu.
Saya mau tamasya berkeliling-keliling kota
Hendak melihat-lihat keramaian yang ada
Saya panggilkan becak kereta tak berkuda
Becak.. becak.. coba bawa saya 
“Loh.. kok Shasa baru tau ya ada lagu anak-anak seperti itu..” kata Shasa.
“Itu lagu ciptaan Ibu Sud,” jawab mama. “Mama diajari lagu itu waktu mama sekolah taman kanak-kanak.”
“Hah..?! sudah lama sekali dong..,” Shasa menatap mamanya dengan mata yang membesar. “Mama nyanyi lagi dong..” kata Shasa.
Diiringi Shasa yang menggoyang-goyangkan badannya ke kiri dan ke kanan, mama meneruskan nyanyiannya.
Saya duduk sendiri dengan mengangkat kaki 
Melihat dengan aksi ke kanan dan ke kiri
Lihat becakku lari bagai takkan berhenti
Becak.. becak.. jalan hati-hati
Serr..
 Serr.. Becak pun terus melaju. Sesekali terdengar suara bel-nya 
dibunyikan. Ting-nong.. Ting-nong.. Ooo.. sekarang Shasa tahu mengapa 
becak dikatakan sebagai kereta tak berkuda. Becak diumpamakan seperti 
kereta hanya saja bukan ditarik oleh kuda melainkan dikayuh oleh 
pengemudinya.
Mereka
 berkeliling ke tempat penjualan batik. Kemudian ke tempat penjualan 
kaos dan juga tempat penjualan oleh-oleh dan makanan khas Yogya. Wahh.. 
ternyata jalan-jalan di Yogya naik becak tidak kalah menyenangkan dengan
 berenang di hotel. Saking senangnya, Shasa bahkan minta ‘tambahan waktu’ jalan-jalan naik becak.
Ketika akhirnya becak tiba kembali di hotel, sempat-sempatnya Shasa minta difoto sambil berpose di samping becak. 
“Pinten, Pak?” tanya mama kepada tukang becak.
“Terserah Panjenengan,” jawab tukang becak.
“Lohh... kok terserah kula? kula mboten ngertos ongkose, Pak!” kata mama.
“Pinten mawon... terserah...,” tukang becak itu menjawab sambil tersenyum.
Shasa
 terbengong-bengong mendengar percakapan itu. Walaupun tidak mengerti 
bahasa Jawa tapi Shasa bisa mengira-ngira isi percakapan itu menanyakan 
berapa ongkos yang harus dibayar. Akhirnya mama mengeluarkan sejumlah 
uang. Sambil membungkukkan tubuhnya pengemudi becak menerima uang yang 
disodorkan mama dan mengucapkan terima kasih.
“Gimana, asyik kan keliling kota naik kereta tak berkuda?” tanya mama. 
Shasa menganggukkan kepalanya. “Asyik dan ada bonus kejutannya,” kata Shasa sambil tersenyum lebar.
“Kejutan apa?” tanya mama heran.
“Shasa baru tahu kalau mama ternyata bisa bahasa Jawa padahal mama kan bukan orang Jawa. Belajar dari siapa sih, Ma?”
“Aaa.. da aja,” jawab mama sambil tersenyum. “Rahasia dong…” 
  
BSD, 4 Februari 2009 
erlitapratiwi @ cbn . net .id  
gambar becak dari http://bundaindi.wordpress.com/2008/09/18/lelaki-sebelas-amanah/

 


Posting Komentar